6 Mei 2015

Review Film : Cahaya Dari Timur Beta Maluku



Cahaya Dari Timur Beta Maluku adalah salah satu film yang menurut saya fenomenal dengan latar cerita indahnya panorama Ambon. Sutradara berhasil mengangkat view Ambon yang terwakili oleh Desa Tuhelu secara sempurna. Deburan ombak, pasir putih, kapal kapal penangkap ikan serta pasar dan perlabuhan yang dihadirkan sangat baik. Saya sesekali larut, seolah olah merasakan apa yang terjadi dipinggir pantai dan menikmati segelas kopi dan singkong serta sambal belimbing yang dicicipi Glend Fredly.  Dalam Film ini terlihat jelas karakter dengan logat ambon yang sangat kental, dan terdapat tarian khas ambon yang sangat menarik untuk dilihat.

Dari awal, film ini menghadirkan latar konflik Ambon dengan settingan tempatnya di Desa Tuhelu. Secara timing, konflik yang diangkat tidak memakan durasi yang lama karena film ini fokus pada anak anak yang berjuang dalam tekanan pasca konflik Ambon lewat Sepakbola. Cerita idealisme oleh seorang Sani, mantan atlet pelatnas yang terpanggil hati nuraninya melihat anak anak di desanya yang selalu ikut terlibat dalam kerusuhan dan menyatukan anak anak ini dalam tim sepak bola. Konflik demi konflik lahir ketika mereka dilatih oleh Sani. Sani yang harus mencari nafkah untuk istri dan anaknya, harus menyisihkan waktunya demi anak anak yang dilatihnya. Suatu pengorbanan yang luar biasa.

Ekspektasi saya pun mulai terbayarkan dan terbukti. Di tengah-tengah film berlangsung saya tidak mampu menyembunyikan perasaan emosional yang ditampilkan dalam suasana film yang tersebut. Pengaturan sound sangat baik, ritmenya teratur mengikuti konflik yang terjadi dalam keluarga Sani, saat tim sepakbola bertanding di Jakarta dan saat solidaritas warga yang berbaur membantu tim agar bisa berangkat ke Jakarta. Belum lagi lagu-lagu yang dibawakan oleh Glend Fedly, dan arrangemen lagu Rapp Ambon yang sangat pas saat tim mulai bangkit di final sangat inspiratif. Bagi saya, sound selalu bisa menjadi roh suatu film, dan film ini sekali lagi berhasil mengkombinasikan adegan demi adegan dan dikemas dengan Tatanan Sound yang sangat menarik. Unsur pendidikan dalam kisah film ini sangat kental, Walaupun ada beberapa adegan yang menurut saya sedikit agak kaku.

Semua anak yang terlibat dalam film ini memiliki karakteristik serta kelebihannya masing-masing. Belum lagi Konflik dari cerita yang memperdepatkan agama. Sani harus dapat mengembalikan kondisi mental anak anak dengan dua kata ‘BETA MALUKU’. Poin yang ingin disampaikan oleh sang pengarang ialah sikap toleransi, saling menghargai, tak ada lagi beta Islam atau Kristen, Tuhelu atau Passo, karena cuma ada satu ‘BETA MALUKU’.
AzizMusya Human

Humans tend to think logically, but their action are driven by emotions.

- Copyright © 2013 Arc Omega - Powered by Blogger - Designed by Aziz Musyaffa -